REVITALISASI DAN REAKTUALISASI MAKANAN TRADISIONAL JAWA DALAM SERAT CENTHINI




Venny Indria E., Sutrisna Wibawa, Endang Nurhayati, Marwanti, dan Avi Meilawati
Universitas Negeri Yogyakarta
vennyindria@gmail.com

 

Abstrak

Penelitian “Revitalisasi dan Reaktualisasi  Makanan Tradisional Jawa dalam Serat Centhini” dilaksanakan selama dua tahun. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah: (1) Mendeskripsikan macam-macam makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini. , (2) Mendeskripsikan resep, cara pengolahan, dan cara penyajian makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini, dan (3) Menganalisis nilai-nilai simbolik makanan tradisional Jawa yang tedapat dalam Serat Centhini. Sedangkan tujuan penelitian pada tahun kedua adalah: (1) Meneliti kandungan bahan dan gizi yang terdapat dalam makanan tradisional Jawa yang terinventarisasi dalam Serat Centhini, (2)  Menyusun ensiklopedi makanan tradisional Jawa berdasarkan Serat Centhini yang dilengkapi dengan resep, cara pengolahan, cara penyajian, nilai simbolik, kandungan bahan, dan nilai gizi makanan tradisional Jawa melalui uji laboratorium, dan (3) Penerapan teknologi dalam pengemasan, penyajian, dan promosi makanan tradisional dalam Serat Centhini agar lebih menarik dan bernilai ekonomis sebagai penunjang wisata kuliner di Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan mendeskripsikan jenis-jenis makanan dalam Serat Centhini. Kemudian dilakukan penentuan kandungan gizi makanan dengan penelusuran pustaka, jika sudah ada penelitian maupun data yang terkait dengan jenis makanan yang diuji. Peneliti juga akan melakukan pengujian kandungan gizi dengan software nutrisurvey. Sampel penelitian ditentukan 10% dari jumlah populasi jenis makanan tradisional Jawa. Penerapan teknologi dan revitalisasi dilakukan dengan cara memasak ulang jenis-jenis makanan tradisional yang dinilai menarik dan sudah langka. Hasil penelitian Makanan tradisional dalam Serat Centhini mempunyai jenis yang variatif. Makanan tradisional disebut lebih kurang 1031 kali dalam Centhini. Kategorisasi makanan tradisional kemudian dipilah menjadi tujuh, yaitu: (1) makanan pokok, (2) lauk-pauk, (3) sayur-sayuran, (4) buah-buahan, (5) minuman tradisional, (6) makanan kecil, dan (7) bumbu dapur. Jumlah makanan tradisional yang ditemukan dalam Centhini yaitu 444 buah. Hasil uji gizi menunjukkan bahwa makanan tradisional mengandung gizi tinggi terutama kalori. Revitalisasi dilakukan dengan cara dengan memasak dan mengemas ulang 44 jenis makanan tradisional yang dinilai unik dan langka.

Pendahuluan

Serat Centhini merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa termuat dalam Serat Centhini.  Karya ini ditulis atas prakarsa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamngkunagara III dari Kerajaan Surakarta,  putra Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV,  yang kemudian  bertahta pada tahun 1820-1823 M dengan gelar  Sunan Pakubuwana V.  Serat Centhini, yang pada awalnya bernama  Suluk Tambangraras ditulis dalam bentuk tembang Macapat, mulai ditulis pada tahun 1814 dan selesai pada tahun 1823. Buku ini terdiri dari 12 (duabelas) jilid dengan seluruhnya berjumlah kurang lebih 3500 halaman.
Marsono (2005:v), dalam kata pengantar terjemahan/saduran jilid V menyebutkan bahwa kandungan isi Serat Centhini sangat beragam: sejarah, pendidikan, geografi, arsitektur, pengetahuan alam, falsafah, agama, tasawuf, mistik, ramalan, sulapan, ilmu magi (ilmu kekebalan, ilmu sirep, dan ilmu penjahat), perlambang, adat istiadat, tata cara (tata cara perkawinan, tata cara pindah rumah, tata cara berganti nama, tata cara meruwat, tata cara menerima tamu, dan tata cara selamatan dalam daur hidup), etika, pengetahuan sifat manusia, pengetahuan dunia fauna, pengetahuan dunia flora/ botani, obat-obatan tradisional, makanan tradisional, seni (seni tari, seni suara, seni karawitan, seni wayang, seni pedalangan, dan seni topeng), dan bahkan sampai pada hal-hal sanggama yang dianggap porno pun diuraikan dalam naskah ini. Karena kandungan isinya yang demikian, Serat Centhini sering disebut dengan “Ensiklopedi Kebudayaan Jawa”, yaitu tentang segala yang terdapat di bumi Pulau Jawa, dan bukan yang terdapat di benua lain. Tentang pandangan bahwa Serat Centhini merupakan ensiklopedi kebudayaan Jawa kiranya tidak berlebihan.
Salah satu hal yang menarik dalam Centhini adalah muatan mengenai makanan tradisional Jawa. Berbagai jenis makanan tradisional Jawa mulai dari makanan pokok, sayur, lauk, buah-buahan, minuman, sampai dengan bumbu yang digunakan pada masa Centhini ditulis, disebutkan secara natural dan mengalir. Makanan tradisional tersebut menyertai setiap alur cerita yang disajikan dalam Centhini. Bagaimana para tokoh dalam Centhini menghadiri jamuan makan dan apa saja yang disajikan disebutkan secara lengkap. Membahas mengenai makanan tradisional suatu bangsa merupakan hal yang cukup penting. mengingat jenis makanan, cara pengolahan, maupun penyajian makanan merupakan gambaran dari tingkat kebudayaan masyarakat pemangkunya. Selain itu, di dalam Centhini, makanan bukan saja untuk disantap, tetapi juga sarat dengan muatan simbol dan pengharapan.
Oleh karena itu, tim peneliti melalui penelitian unggulan perguruan tinggi tertarik untuk melakukan penelitian mengenai makanan tradisional dalam Serat Centhini yang pada tahun pertama bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) macam-macam makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini., (2) resep, cara pengolahan, dan cara penyajian makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini, dan (3) Menganalisis nilai-nilai simbolik makanan tradisional Jawa yang tedapat dalam Serat Centhini. Sedangkan tujuan penelitian pada tahun kedua adalah: (1) Meneliti kandungan bahan dan gizi yang terdapat dalam makanan tradisional Jawa yang terinventarisasi dalam Serat Centhini, (2)  Menyusun ensiklopedi makanan tradisional Jawa berdasarkan Serat Centhini yang dilengkapi dengan resep, cara pengolahan, cara penyajian, nilai simbolik, kandungan bahan, dan nilai gizi makanan tradisional Jawa, dan (3) Penerapan teknologi dalam pengemasan, penyajian, dan promosi makanan tradisional dalam Serat Centhini agar lebih menarik dan bernilai ekonomis sebagai penunjang wisata kuliner di Yogyakarta.

Makanan Tradisional

Pengertian makanan menurut Sekanto (melalui Rosyidi: 2006) adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat dimakan. Makanan biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau dimasak. Sedangkan yang termasuk makanan tradisional adalah makanan (termasuk jajanan) dan minuman serta bahan-bahan campuran (ingredient) yang secara trdisional telah digunakan dan berkembang di daerah atau masyarakat Indonesia. Dirunut dari definisinya, makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia.
Biasanya makanan tradisional diolah dari resep  yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat (http://www.deptan.go.id). Kriteria makanan tradisional pada masyarakat suku bangsa adalah sebagai berikut.
1.     Diolah menurut resep makanan atau komposisi bumbu yang telah dikenal dan diterapkan secara turun temurun dalam sistem keluarga atau masyarakat.
2.     Bahan baku  tersedia setempat, baik merupakan hasil usaha  tani sendiri maupun tersedia dalam sistem pasar setempat.
3.     Cara pengolahannya spesifik menurut cara-cara yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat
Di dalam makanan tradisional juga terkandung makna sosiokultural, teknik pembuatan, penggunaan, komposisi, dan akibat dari konsumsi makanan tersebut oleh masyarakat. Dengan demikian, makanan tradisional secara tidak langsung dapat mewakili budaya dan kebutuhan pangan masyarakat  setempat. Budaya yang tampak pada produk makanan tradisional bukan hanya pada tingkat wujud fisik makanan, tetapi juga meliputi ide/gagasan dan perilaku masyarakat pendukungnya, pola hidup, mata pencaharian, yang tercermin pada peralatan, proses pengolahan  dan pemasaran hingga cara konsumsi makanan tadisional. (Kuhnlein and Receveur 1996: 417).

 Serat Centhini

Serat Centhini merupakan gubahan bersama di bawah pimpinan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III, putra mahkota Sunan Pakubuwana IV, yang kemudian menggantikannya menjadi Sunan Pakubuwana V, dengan para pujangga kraton Raden Ngabehi Ranggasusastra, Raden Ngabehi Yasadipura II, Raden Ngabehi Sastradipura, serta para anggota Kanjeng Pangulu Tapsiranom, Pangeran Jungut Mandurareja, Kyai Kasan Besari, dan Kyai Muhammad Minhad. Wirodono (2011:11) melihat kehebatan Serat Centhini dari apa yang diobsesikan Pakubuwana V yang dapat memberikan  rujukan atau referensi pada masyarakat Jawa (pada waktu itu), yang tentu saja dengan situasi dan kondisi teknologi serta pengetahuannya, telah berjasa besar dalam menyebarkan berbagai pengetahuan dan kebudayaan manusia kepada masyarakat ramai.  Sementara itu, dalam pandangan Kamajaya (1978: 4), isi kandungan Serat Centhini yang amat banyak dan bermacam-macam tentang kebudayaan dan kejiwaan banyak yang dapat menjadi sumber, sumbangan, dan bahan dalam pembentukan kepribadian dan kebudayaan nasional Indonesia.

Kandungan Gizi Makanan Tradisional

Makanan tradisional diketahui mempunyai keunggulan tersendiri berdasarkan kemurnian bahan dan kelokalannya. Menurut penelitian, penyakit musiman dapat disembuhkan tanpa obat kimia, tetapi hanya terapi dengan makanan tradisional yang terdapat di daerah tersebut. Berikut beberapa bahan dasar makanan tradisional yang mempunyai kandungan gizi dan bermanfaat dalam mencegah dan mengobati penyakit.
Contohnya tanaman pare (Momordica charabtia) mempunyai beberapa manfaat. Dapat merangsang nafsu makan, menyembuhkan penyakit kuning, memperlancar pencernaa dan sebagai obat malaria. Selain buah pare, ternyata daun pare juga mempunyai manfaat yang tidak kalah dengan buahnya. Manfaat tersebut antara lain dapat menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan panas, mengeluarkan cacing kremi. Sedangkan buah pare dalam 100 gram mengandung Kalori 29,00 kal, Protein 1,10 gr, Lemak 0,30 gr, Karbohidrat 6,60 gr, Kalsium 45,00 mg, Fosfor 64,00 mg, Zat besi 1,40 mg, Vitamin A 180,00 SI, Vitamin B 0,08 mg, Vitamin C 52,00 mg, Air 91,20 gr (http://akhmadrahmadi2103.blogspot.co.id/2012/10/manfaat-pare-oyong-gambas-tomat-timun.html).
Senada dengan pendapat di atas, Wickenberg, dkk (2010) melalui penelitiannya mengenai temulawak menyatakan bahwa: The present study shows that the ingestion of C. longa increased postprandial serum insulin levels, but did not affect plasma glucose levels or GI in healthy subjects. The results indicate that C. longa may have an effect on insulin secretion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temulawak menambah level serum insulin tetapi tidak mempengaruh pada glukosa. Hal tersebut dapat menunjukan bahwa temulawak mempunyai pengaruh pada pembuangan insulin.
Selain makanan, minuman tradisional juga mempunyai banyak manfaat. Misalnya, minum teh diketahui dapat (1) memperkuat gigi & mencegah karies pada gigi, (2) mengurangi resiko keracunan makanan, (3) memperkuat daya tahan tubuh, (4) menyegarkan tubuh, (5) mencegah tekanan darah tinggi, (6) Mengoptimalkan Metabolisme Gula Mangan (Mn), yang terkandung dalam teh bisa membantu penguraian gula menjadi energi. Dengan demikian teh bisa membantu menjaga kadar gula dalam darah. (7) Mencegah Pertumbuhan Kanker. Kemampuan Catechin ( salah satu unsur dalam Polyphenols ) dapat menghambat terjadinya mutasi pada sel -sel tubuh dan menetralisir radikal bebas. (8) Mencegah penyakit jantung. Zat flavonoid dan mangan yang terkandung dalam teh dapat mencegah serangan radikal bebas yang bisa menyebabkan serangan jantung. (9) Memperlambat penuaan. Teh mengandung senyawa polifenol dan antioksidan yang berfungsi memperlambat penuaan dini. (10) Mencegah perdarahan. Kandungan vitamin K yang cukup tinggi pada teh berfungsi dalam pembekuan darah sehingga dapat mencegah pendarahan. Jika terjatuh, luka bisa dibersihkan dengan air teh yang pekat dan hangat. (11) Melangsingkan badan.Kandungan serat pada teh menyebabkan sistem pencernaan dalam tubuh berlangsung secara tidak berlarut-larut. Akibatnya, karbohidrat yang berhasil diserap tubuh menjadi lebih sedikit yang akhirnya membantu upaya mengurangi bobot tubuh. (12) Menurut peneliti di Hongkong, teh hijau ternyata juga berguna untuk mencegah osteoporosis dan penyakit tulang lainnya (Santoso, 2011).


Jenis Makanan Tradisional dalam Serat Centhini

Hasil penelitian mengenai jenis makanan tradisional dilakukan dengan cara pembacaan berulang, kemudian data dijaring dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disusun. Berikut ini contoh data mengenai jenis makanan tradisional.



























Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh tim peneliti, ditemukan sebanyak 444 jenis makanan tradisional dalam Serat Centhini dengan rincian sebagai berikut.

No.
Jenis Makanan Tradisional
Jumlah
Setiap Jenis
1.
Makanan kecil
128
2.
Sayur-sayuran
110
3.
Lauk pauk
77
4.
Buah-buahan
44
5.
Makanan pokok
50
6.
Minuman tradisional
19
7.
Bumbu dapur
16
Jumlah Total
444
Kemudian makanan tradisional dideskripsikan sesuai dengan kategorinya. Contoh untuk makanan pokok yang ditemukan dalam Serat Centhini berjumlah 50 jenis yaitu beragam jenis nasi, roti, kentang, ketela, ubi, talas, gembili, keladi, meniran, sagu, kupat, gadhung, walur, puli, dan aneka jenis nasi tim. Makanan pokok muncul sebanyak 114 kali dengan  prosentase 11%. Sebagian besar makanan pokok yang muncul dalam Serat Centhini berupa nasi. Ada 50 jenis makanan pokok yang tercantum di dalam Serat Centhini, yaitu (1) nasi, (2) nasi wangi, (3) nasi ikan, (4) nasi sumbul, (5) nasi goreng, (6) nasi tumpeng, (7) nasi bucu, (8) nasi pulen, (9) nasi susu, (10) nasi liwet, (11) nasi kendhuri, (12) nasi uduk, (13) nasi kepyar, (14), nasi kebuli, (15) nasi golong, (16) nasi punar, (17) nasi biru kendhit, (18) nasi merah, (19) nasi hitam, (20) nasi wuloh, (21) nasi rames, (22) sekul lemeng, (23) sega lulut, (24) nasi basahan, (25) roti, (26) kentang, (27) ketela, (28) ubi, (29) talas, (30) gembili, (31) keladi, (32) sagu, (33) ketupat, (34) gadhung, (35) walur, (36) puli, (37) tim sarang burung otot, (38) tim burung dara, (39) tim bandeng, (40) tim bebek, (41) tim meri, (42) tim gurameh, (43) tim ikan tambra, (44) tim bulus, (45) tim gibas, (46) tim landak mopol, (47) panggang tumpeng, (48) liwet sadat, (49) sidhat mencir, dan (50) padi gaga.
Nasi merupakan makanan pokok utama masyarakat Jawa, sehingga olahan nasi mempunyai beberapa varian, bahkan jenis beras juga beragam. Jenis beras pada Serat Centhini digolongkan menjadi lima, yaitu (1) beras putih, (2) beras merah (3) beras hitam, (4) beras ketan dan (5) beras gogo.  Masyarakat Jawa biasa menggunakan beras putih sebagai makanan pokok sehari-hari. Jenis varian beras putih akan menentukan rasa, keharuman, pulen atau kerasnya nasi, dan jumlah air yang digunakan untuk menanak nasi. Warna nasi yang telah masak (tanak) berbeda-beda tergantung dari jenis beras yang digunakan. Pada umumnya, warna nasi adalah putih bila beras yang digunakan berwarna putih. Beras merah atau beras hitam akan menghasilkan warna nasi yang serupa dengan warna berasnya.
Kandungan amilosa yang rendah pada pati beras akan menghasilkan nasi yang cenderung lebih transparan dan lengket. Ketan, yang patinya hanya mengandung sedikit amilosa dan hampir semuanya berupa amilopektin, memiliki sifat semacam itu. Beras jepang (japonica) untuk sushi mengandung kadar  amilosa sekitar 12-15% sehingga nasinya lebih lengket daripada nasi yang dikonsumsi di asia tropika, yang kadar amilosanya sekitar 20%. Pada umumnya, beras dengan kadar amilosa lebih dari 24% akan menghasilkan nasi yang 'pera' (tidak lekat, keras, dan mudah terpisah-pisah).Cara memasak nasi dapat dikategorisasikan menjadi 3 cara, yaitu (1) ditanak, (2) dikukus, (3) dibakar, (4) digoreng. Nasi untuk konsumsi harian hanya ditanak tanpa ditambah bumbu dan dimakan beserta sayur dan lauknya. Selain sebagai makanan pokok, nasi juga digunakan sebagai sesaji dalam upacara adat. Sebagai sesaji, nasi dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan simbolisasinya. Pada upacara adat, bentuk dan bahan pelengkap nasi mempunyai makna simbolis yang berkaitan dengan makna upacara adat. Bentuk dari nasi adalah (1) bulat, (2) kerucut, (3) bulat panjang.
Jenis makanan tradisional yang lain adalah sayur. Masyarakat Jawa tidak begitu membedakan lauk dan sayur dengan rinci. Kadang terdapat jenis sayuran yang diolah menjadi lauk, misalnya tahu, tempe, dan ada pula sumber makanan hewani yang diolah menjadi jenis sayuran, misalnya pecel ayam. Ada beraneka jenis lauk dan sayuran yang diolah menjadi berbagai jenis makanan dalam centhini. Keberadaaan sayuran dalam centhini tidak hanya sebagai sayur saja tetapi juga sebagai sumber pengobatan. Terdapat 110 jenis sayuran yang terdapat dalam  serat centhini, yaitu: (1) besengek ayam, (2) besengek tempe, (3) besengek wader, (4) besengek tawon, (5) besengek terinil, (6) besengek turlek, (7) besengek burcet, (8) sayur padhamara, (9) sayur menir, (10) pecel ayam, (11) opor bebek, (12) opor, (13) dendeng, (14) petis, (15) kare, (16)  brongkos, (17) sayur becek, (18) kacang, (19) kecipir, (20) kecemeh, (21) kemangi, (22) gude, (23) gunda gondang, (24) banci, (25) kalepoh, (26) kemangi, (27) kembang beku, (28) ebrut, (29) acar, (30) bothok jambal, (31) sayur kluwih, (32) babad galeng, (33) babad tala, (34) babad jarit, (35) iso, (36) glepah, (37) kluban, (38) gurung widungan, (39) saren, (40) bluthok penthul pusoh, (41) koyar lidah, (42) gitik, (43) dhokowan, (44) sayur asem, (45) bobor loncom, (46) muncang, (47) gulai, (48) windu bubus  munggul, (49) belkothok, (50) lontho, (51) kikil, (52) ece, (53) pete, (54) bekothok, (55) balenyik, (56) bekakak kambing, (57) bekakak bebek, (58) bekakak ayam, (59) bekakak angsa, (60) bekakak domba, (61) bekakak gimbal, (62) bekakak kancil, (63) bekakak  kijang, (64) bekakak daging kerbau muda, (65) bekakak daging kuda, (66) bekakak daging menjangan, (67) jeroan, (68) ebi, (69) gecok, (70) bothok bethik sanggring, (71) bothok bethik kendho, (72) bothok bethik gadhon, (73) etum jamur wuku, (74) druju watu  kuping, (75) lurjuk, (76) combrang, (77) srunen, (78) keciput, (79) luntas, (80) kapas, (81) rempelas pakis, (82) katu, (83) kerokot, (84) careme, (85) kepel, (86) gayam, (87) selat, (88) kobis, (89) kucai, (90) sawi, (91) wortel, (92) daun lobak, (93) jagung, (94) jewawut, (95) tetel onggok, (96) jipang, (97) lalaban, (98) urat, (99) tulang muda, (100) rempelas pakis, (101) sayur lodeh, (102) urap-urapan, (103) duduh pitik, (104) lemengan sidhat, (105) lemengan kutuk, (106) lodhoh ayam, (107) lembaran jagoan pingul, (108) tomba brem masak santen, (109) pakis sayur, dan (110) kara.
Berdasarkan data, cara pengolahan sayur ada yang (1) tanpa diolah, (2) direbus, (3) dikukus, (4) dibakar, dan (5) ditumis. Sayur yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu adalah lalapan. Sayuran yang  termasuk lalapan adalah timun, wortel, kubis, kemangi, selada, kacang panjang. Biasanya lalapan dikonsumsi dengan lauk dan sambal. Cara perebusan sayur ada yang hanya direbus dengan bumbu ada yang ditambahkan dengan santan. Wujud sayur yang direbus ada dua macam, yaitu sayur berkuah dan sayur tanpa kuah.


Perunutan Resep Masakan Tradisional

Masakan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini tidak mencantumkan secara rinci, resep-resep makanan tradisional. Perunutan resep makanan tradisional dilakukan melalui pustaka lain yang sejaman maupun tidak sejaman dengan Serat Centhini. Selain itu, perunutan juga dilakukan oleh anggota peneliti yang merupakan ahli tata boga. Contoh hasil perunutan resep masakan tradisional yang dilakukan adalah sayur padhamara[1]



 Nilai Simbolis Masakan Tradisional

Banyak jenis makanan dalam serat Centhini yang mengandung nilai simbolis. Diantaranya makanan sesaji yang berupa:  nasi golong, nasi punar, nasi tumpeng,tumpeng gundhul, tumpeng robyong, ingkung sega rasulan, urapan/gudhangan, sambel gereh pethek/sambel gepeng, jenang abang, jenang baro-baro, jenang putih, dan jenang sungsum.  Nilai-nilai simbolisme yang terkandung dalam makanan-makanan tersebut biasanya tersimbolisasi dengan pendekatan  jarwa dhosok  atau  othak-athik  tetapi sesuai dan cocok dengan makna yang dimaksud. Pendekatan ini merupakan pendekatan kultur masyarakat Jawa yang masih digunakan sampai saat ini. Adapun contoh uraian perunutan nilai simbolis makanan tradisional seperti berikut ini.
1.     Nasi punar adalah nasi yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna kuning dari air kunyit. Nasi ini biasanya disajikan pada acara  dulangan  pengantin. Pengantin pria dan wanita saling menyuapi, acara ini melambangkan kasih sayang, tanggungjawab, dan kewajiban dari mempelai wanita dan pria yang diharapkan tetap melekat dan tidak pernah terlepas dari diri masing-masing, ibaratnya rekatnya nasi punar. Istilah lain dalam budaya Jawa renggang gula kumepyur pulut yang berarti lekat/rekat rukun tidak terpisahkan.  Warna kuning pada nasi  punar  melambangkan  harapan untuk mempelai agar kehidupan keluarganya kelak bersinar cerah, tanpa suasana buram.
2.     Nasi biru kendhit adalah nasi putih yang diberi warna biru yang berasal dari blawu berbentuk kerucut yang terdapat di tengah, lalu disekelilingnya terdapat  aneka  lauk pauk yang mengelilingi nasi biru ini seperti kol yang diiris persegi kecil dan direbus, telur ayam kampung rebus, sambal pencok, rempeyek, dan gereh pethek. Nasi beserta lauk pauk ditata di atas tambir yang dialasi samir dari daun pisang dengan susunan kenongan nasi di tengah dan lauk pauk sudhi diletakkan dipinggirnya. Nasi biru kendhit biasa disediakan untuk sesaji ritual-ritual tertentu yang banyak dilakukan oleh masyarakat jawa sebagai wujud kepercayaan terhadap laut selatan. Nasi biru kendhit ini biasanya juga disebut dengan dhahar kapuranto  yang dimaksudkan untuk meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan.
3.     Ingkung  adalah lauk yang terbuat dari ayam jago yang dimasak rebus. Ayam diikat menyerupai posisi tubuh orang sedang sujud. Lauk ini biasanya sebagai pelengkap nasi wuduk atau nasi gurih. Sajian ini dinamakan nasi rasul. Ingkung memiliki nilai simbolisme manusia harus tunduk dan selalu bersikap tawaduk kepada Allah dan rasul-Nya. Dalam Islam wujud ketakwaan manusia terhadap Allah yang tidak boleh ditinggalkan adalah menjalankan ibadah sholat atau biasa disebut sujud. Sujud adalah posisi yang mengingatkan manusia betapa sangat hina dan rendahnya manusaia di hadapan Allah Yang Maha Agung. Manusia tidak bernilai jika lalai terhadap Allah. Dari arti kata ingkung berarti terikat pada ingkang Maha Langkung. Dengan sajian ini, diharapkan manusia dalam keadaan nikmatpun tidak boleh lupa  terhadap  Tuhannya. Makna lain  ingkung  adalah  ditlikung  atau  dibanda  dalam bahasa Indonesia berarti dibelenggu. Maksudnya bahwa kehidupan manusia tidak ada yang bebas sebebas-
bebasnya. Hidup diatur oleh norma dan syariat agama. Manusia yang patuh kepada norma dan agama niscaya hidupnya akan damai.
4.     Nasi tumpeng terbuat dari nasi putih yang dibentuk kerucut. Nasi ini melambangkan proses perjalanan hidup manusia dari dunia ramai menuju kekeabadian  atau lazim disebut sangkan paraning dumadi, dari manusia diciptakan Allah, sampai kembali lagi ke haribaan Allah.  Tumpeng biasa dilengkapi lauk-pauk  seperti  gudhangan, tempe goreng, sambel gepeng, peyek, sambel goreng dan ingkung.



 Kandungan Gizi Makanan Tradisional Jawa dalam Serat Centhini

Penelitian terhadap kandungan gizi makanan tradisional Jawa dalam Serat Centhini dilakukan melalui penelusuran pustaka dan uji kandungan gizi. Kandungan gizi dihitung berdasarkan besaran bahan yang digunakan dalam suatu resep masakan. Berikut ini contoh hasil perunutan kandungan gizi makanan tradisional dalam Serat Centhini.
Nama Masakan: Lemengan Kuthuk (5 Porsi)




 Penyusunan Ensiklopedi Makanan Tradisional Jawa berdasarkan Serat Centhini

Penyusunan ensiklopedi makanan tradisional dalam Serat Centhini merupakan lanjutan dari program tahun pertama. Ensiklopedi ini sudah mulai di edit dan lay out agar dapat dicetak menjadi sebuah buku. Setiap jenis makanan dalam Serat Centhini akan dilengkapi dengan: (1) nama makanan, (2) gambar makanan, (3) resep, (4) cara pembuatan, dan (5) kandungan gizi, dan (6) petikan bait dalam Serat Centhini yang menyebutkan mengenai makanan tradisional tersebut, dilengkapi dengan terjemahan teks. Penghitungan kandungan gizi dilakukan bersamaan dengan penghitungan kandungan gizi, oleh karena pada lay out di bawah ini, belum disisipkan kandungan gizi dalam jenis makanannya. Berikut ini contoh format ensiklopedi makanan tradisional yang sudah di lay out.









Penerapan Teknologi dalam Pengemasan, Penyajian, dan Promosi Makanan Tradisional dalam Serat Centhini 


Penerapan teknologi dalam pengemasan dan penyajian makanan tradisional dalam Serat Centhini dimulai dengan pemilihan jenis makanan dan minuman tradisional yang akan diujicoba dan dikreasikan agar lebih menarik dan bernilai ekonomis. Jenis makanan dan minuman yang dipilih adalah yang unik, langka, mempunyai ciri khas, dan belum dikenal secara luas (tidak terdapat dalam berbagai buku resep masakan umum). Selain itu, dilakukan pula penambahan kandungan gizi dalam suatu makanan.
Jenis masakah yang dikreasikan kembali yaitu: (1) makanan kecil atau kudapan sebanyak 13 macam (Pipis Tuban, Pipis Kopyor, Gemblong, Sagon, Rangin, Roro Mendut, Jadah Kilang, Sumping, Rondo keli, Limpang-limpung, Kerak, Keling,dan Utri, (2) sayuran dan sambal sebanyak 7 macam (Sayur Becek, Sayur Banci, Sayur Menir, Sayur bobor kelor, Sayur pakis, Blekethok, dan Pecel klenthang, (3) lauk pauk 8 jenis (Besengek, Trinil, Lodhoh  Ayam, Opor Bebek, Besengek Wader, Tim Grameh, Tim Meri, dan Bekakak Kalkun, (4) makanan pokok sebanyak 4 jenis (Sekul Kenduri, Sekul Punar, Sekul susu, dan Sekul Ireng, (5) minuman tradisional sebanyak 2 jenis (Es cao dan rujak cerobo), (6) kreasi buah-buahan sebanyak 4 jenis (rangkaian buah pala gumantung, pala kesimpar, pala kependhem, dan nanas sebagai wadah), dan (6) jenang sebanyak 2 jenis (jenang pathi dan jenang grendul). Berikut ini merupakan dokumentasi makanan tradisional yang telah dimasak ulang oleh tim peneliti.


Sebagai gambaran singkat, berikut ini file power point yang dapat menggambarkan tahap penelitian dari awal sampai dengan akhir.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.  Makanan dan minuman tradisional Jawa cukup beragam. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi kuliner tradisional, tidak hanya dari Serat Centhini tetapi dari manuskrip-manuskrip Jawa yang lain secara luas.
2.     Kandungan gizi dalam makanan dan minuman tradisional Jawa cukup tinggi dan beragam.
3.     Masakan dan minuman yang termuat dalam Serat Centhini menggunakan bahan-bahan dan cara memasak yang sederhana, sehingga cukup praktis dan mudah dimasak.
4.     Masakan dan minuman yang terdapat dalam Serat Centhini banyak yang sudah langka dan tidak dikenal masyarakat. Oleh karena itu, revitalisasi makanan dan minuman tradisional dengan cara mengkreasikan ulang makanan menjadi hal yang cukup penting. Selain itu, hal ini dapat dipandang sebagai peluang dalam bisnis kuliner dan pariwisata khususnya di DIY.

Daftar Pustaka
Kamajaya, Karkana, 1978, Serat Centhini dituturkan dalam Bahasa Indonesia Jilid IA,  Yogyakarta: UP Indonesia.
Kuhnlein, Harriet V. dan Receveur, Oliver. 1996. Dietary Change and Traditional Food System of Indigenous People. Jurnal Annual Reviews. Vol. 16 tahun 1996, hal. 417-442. diunduh dari http://www.researchgate.net/publication/ 14365338_Dietary_Change_and_Traditional_Food_Systems_of_Indigenous_Peoples pada 14 April 2013.
Marsono (penyunting). 2005-2008. Centhini Tambangraras-Amongraga V-XII. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Rahmadi, Akhmad. 2012. Manfaat Pare,Tomat, Timun, Terong, Oyong (Gambas) diunduh dari http://akhmadrahmadi2103.blogspot.co.id/2012/10/manfaat-pare-oyong-gambas-tomat-timun.html pada 15 April 2013.

Rosyidi, Djalal. 2006. Macam-macam Makanan Tradisional yang Terbuat dari Hasil Ternak yang Beredar di Kota Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 1, No. 1 Agustus 2006, hal. 24-34. diunduh dari http://jitek.ub.ac.id/ index.php/jitek/article/download/100/99 pada 13 April 2013.
Santoso, Urip. Dampak Positif dan Negatif Minum Teh. diunduh dari http://uripsantoso.wordpress.com/2011/09/12/dampak-positif-dan-negatif-minum-teh/.
Wickenberg et al. Nutrition Journal 2010, 9:43.diunduh dari  http://www.nutritionj.com/content/9/1/43 pada 15 April 2013.
Wirodono, Sunardian, 2011,  Centhini Sebuah Novel Panjang,  Yogyakarta: Diva Press.

 






http://benpintermasak.com/wp-content/uploads/2011/03/Sayur-Lodeh-Kangkung.jpg
http://tembi.net/selft/0000/jawa/sesaji_tarub_21.htm

Comments

  1. Alhamdulillah, bisa menambah wawasan 😍😍

    ReplyDelete
  2. Matur nuwuun Mas Gumilar. Sampun kersa mampir.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami sami Bu. Semoga bermanfaat utk semua pembaca 🙏🙏

      Delete
  3. Bu, apa artikel lengkapnya bisa di download di salah satu jurnal? Mau saya print out dan baca secara seksama karena sangat menari ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa. Email ke saya yaaa. Nanti saya beri link jurnal atau scan jurnal-nya.

      Delete
  4. Merinding saya baca ini,,dan menginspirasi saya untuk mengembangkan bisnis di bidang kuliner berdasarkan isi dari serat centini,,ayo kita lestarikan kembali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mari-mari .... kita kembangkan kuliner masa lalu. Gak kalah enak dengan makanan dari barat.

      Delete
  5. artikelnya keren...menyajikan menu tradisional dengan info gizi yang bernilai tinggi

    ReplyDelete
  6. Saya suka cara menyajikan materinya... mudah di pahami dan menarik...😍😍😍

    ReplyDelete
  7. Bagus, Mbak. Matur nuwun infonya sangat bermanfaat.

    ReplyDelete
  8. Great job bu venny. Sesuai dengan purposenya. Kapan2 bikin post bgmana mengajari maple Bahasa jawa bagi anak2 terutama yang ortunya not puthul Bahasa jawa ya buuuu,

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

NASKAH DAN BAHAN NASKAH JAWA

KONTEKSTUALISASI HISTORIS BABAD PAKEPUNG: UPAYA PENEMPATAN BABAD SEBAGAI SUMBER SEJARAH REPRESENTATIF

WARNA ISLAM DALAM TEKS KLASIK LAYANG MURSADA PESISIRAN