PENGOBATAN TRADISIONAL JAWA UNTUK PENYAKIT ANAK-ANAK DALAM MANUSKRIP-MANUSKRIP JAWA DI SURAKARTA


A.    Pendahuluan
Manuskrip dalam khasanah sastra Jawa merupakan salah satu objek penelitian dalam disiplin ilmu filologi. Manuskrip merupakan warisan budaya yang dituliskan oleh nenek moyang dengan menggunakan aksara lokal, yakni aksara Jawa dengan bahan-bahan tradisional yang ada pada masa itu. Di dalam manuskrip terdapat kearifan lokal yang menunjukkan pada sistem pengatahuan, ilmu dan ngelmu yang merupakan hasil pemahaman masyarakat pada waktu itu terhadap alam. Ilmu yang bergerak di bidang manuskrip dan kandungannya, yakni teks, yang memuat teori-teori sejarah perkembangan manuskrip serta metode-metode untuk meneliti manuskrip dan teks sudah berkembang sejak abad ke-3 S.M. yang kemudian disebut sebagai filologi (Baroroh-Baried, 1985: 30).
Terkait dengan banyaknya manuskrip-manuskrip yang disimpan di dalam tempat penyimpanan manuskrip, seperti perpustakaan dan museum  di Yogyakarta banyak yang belum dijamah. Di samping itu, manuskrip Jawa disimpan pula di Kraton Kasunanan Surakarta (Sala), perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran, perpustakaan Gedong Kirtya di Bali, serta disimpan dalam koleksi pribadi. Semua perpustakaan tersebut sudah melakukan reservasi terhadap manuskrip-manuskrip sehingga dimungkinkan keadaan manuskrip sudah menjadi lebih baik dan terjaga keawetannya. Manuskrip-manuskrip tersebut mengandung berbagai sistem pengetahuan, seperti misalnya sistem pengetahuan pengobatan tradisional.
Penelitian terhadap manuskrip-manuskrip yang berisi tentang jamu dan pengobatan herbal sudah dilakukan oleh Widyastuti, dkk. (2013 dan 2014). Namun, penelitian yang dilakukan masih terbatas pada manuskrip yang berasal dari Kraton Yogyakarta, Museum Sonobudaya, Balai Bahasa, Kajian Budaya dan Tradisional Yogyakarta. Sementara itu, Surakarta sebagai salah satu pusat budaya di samping Yogyakarta, juga mempunyai skriptoria dan tempat penyimpanan manuskrip yang di dalamnya terdapat koleksi yang sangat banyak. Antara Kraton Surakarta dan Yogyakarta terdapat kesamaan karakteristik kebudayaan yang diwujudkan dalam bentuk ide, perilaku budaya, dan benda-benda yang dihasilkan.
Namun demikian, terdapat perbedaan yang cukup mencolok di antara tradisi Yogyakarta dan tradisi Surakarta. Tradisi Yogyakarta lebih terkesan sederhana, lebih tegas, dan apa adanya. Sementara tradisi Surakarta menekankan aspek-aspek estetis yang tinggi dan lebih kompleks. Berdasarkan fenomena tersebut, maka tradisi pengobatan tradisional yang diusulkan dalam penelitian ini mencoba mengangkat tradisi pengobatan tradisional yang tersimpan di wilayah skriptorium yang terdapat pada penyimpanan manuskrip di Surakarta.
Dewasa ini, ramuan tradisional masih diyakini membantu kesulitan kesehatan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal itu, disebabkan alam pedesaan memungkinkan untuk untuk mendapatkan banyak sekali bahan tanaman yang berkhasiat obat. Namun demikian, begitu besarnya perhatian masyarakat pada pengobatan tradisional maka mereka yang hidup di kota besar juga mulai membudidayakan tanaman obat (Hartati, 2011: 22). Terkait dengan hal tersebut, maka dewasa ini banyak ditulis buku-buku yang terkait dengan tanaman obat tradisional, manfaat, dan ramuan yang dapat dibuat untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu. Namun demikian, sumber-sumber rujukan belum dicantumkan pada tulisan-tulisan tersebut.
Oleh karena itu, penelitian tentang pengobatan tradisional yang terdapat pada manuskrip-manuskrip Jawa perlu dilakukan. Hal itu, terkait dengan akumulasi sumber data pengobatan tradisional yang memang ditulis oleh nenek moyang pada waktu itu. Sistem pengobatan tradisional yang ditulis di dalam manuskrip itu sudah berusia cukup tua, berasal dari tradisi yang dimungkinkan dari abad ke-17-- abad ke-20. Namun demikian, tidak ada catatan yang resmi sejak kapan tradisi meracik dan meramu jamu bermula. Akan tetapi, tradisi itu diyakini telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Tradisi meracik dan meramu jamu sudah menjadi budaya sejak kerajaan Hindhu Jawa. Relief Candi Borobudur yang dibuat pada tahun772 Masehi, menggambarkan kebiasaan meracik dan meminum jamu untuk menjaga kesehatan.Bukti sejarah lainnya, yaitu penemuan prasasti Madawapura dari peninggalan kerajaan Hindhu Majapahit yang menyebut adanya profesi tukang meracik jamu yang disebut acaraki. Setelah mengenal budaya menulis bukti sejarah mengenai penggunaan jamu semakin kuat dengan ditemukannya usada lontar di Bali yang ditulis dengan bahasa Jawa Kuno (Djojo Seputro, 2012: 1). Tradisi tersebut ditulis dalam manuskrip dan menjadi tradisi turun temurun yang dikerjakan oleh masyarakat Jawa.
Sumber data dalam penelitian yang dilakukan ini adalah: (1) Serat Primbon Jampi Jawi Jilid I, (2) Serat Primbon Racikan Jampi Jawi Jilid II, (3) Serat Primbon Jampi Jawi Jilid IV, (4) Serat Memulya Sarira, dan (5) Bab Tetuwuhan ing Tanah Hindiya miwah Dayanipun kanggé Jampi. Dalam sumber data penelitian tersebut ditemukan penyakit pada anak-anak. Pada kesempatan ini, khusus paparan dalam tulisan ini, penyakit pada anak-anak yang ditemukan difokuskan pada manuskrip Serat Primbon Jampi Jawi Jilid I, Serat Primbon Racikan Jampi Jawi Jilid II, dan Serat Primbon Jampi Jawi Jilid IV untuk penyakit anak-anak yang tergolong medis. Selanjutnya, temuan penelitian khusus penyakit pada anak-anak diuraikan sebagai berikut.

B.    Penyakit pada Anak-anak
Anak-anak terutama yang berusia di bawah lima tahun, rentan terkena penyakit. Hal itu disebabkan karena daya tahan tubuh yang belum sempurna. Pada manuskrip Jawa yang memuat mengenai pengobatan tradisional Jawa, juga ditemukan berbagai macam penyakit yang sering menyerang anak-anak, disertai dengan cara pengobatannya. Penyakit pada anak-anak yang disebutkan dalam manuskrip Jawa adalah penyakit yang tergolong medis dan non-medis, teridentifikasi sebanyak 8 penyakit. Untuk penyakit medis, teridentifikasi sebanyak 7 penyakit, yaitu: (1) panas dingin, (2) batuk, (3) berak, (4) cacingan, (5) gomen, (6) kencing, dan (7) kembung. Untuk penyakit non-medis, teridentifikasi sebanyak 1 penyakit, yaitu: cacar.

C.    Penyakit Medis pada Anak-anak
Penyakit medis pada anak-anak ada 7 macam seperti tersebut di atas. Berikut ini diuraikan penyakit-penyakit medis pada anak-anak berdasarkan manuskrip-manuskrip Jawa yang dijadikan sumber data penelitian.
1.     Panas dingin
Penyakit tidak enak badan, yakni badan panas dingin pada anak-anak dari zaman dahulu sampai sekarang cukup mendominasi. Hal itu terjadi terutama ketika musim kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau, penyakit tidak enak badan dapat terjadi karena udara yang kering dan kotor karena debu menyebabkan timbulnya penyakit batuk, masuk angin, pilek, dan akhirnya menjadi demam dan flu. Pada musim penghujan, penyakit panas dingin muncul karena udara yang dingin. Dalam manuskrip yang terdapat penyakit tersebut sebagai contoh dimuat di dalam manuskrip Jawa sebagai sumber kajian, yaitu Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II nomor jamu 716 sebagai berikut.  
Angka 716: Borèh jeram sawit kanggé jampi bentèr tis
godhong jeram pecel 3 lembar, pentilipun satunggal, oyot tuwin babakanipun panjangipun sami sadariji, sekaripun 7 iji, jinten pethak 3 saga, mesoyi 2 saga, adas sasaga, pulasari 3 saga, cendhana 2 saga, kajeng tai 2 saga, dringo 3 iris, waron 2 saga, rasuk angin 2 saga, sunthi 3 iris, kencur 3 iris, brambang 3 iji, bawang 7 siyung, mrica pethak 7 iji, dipunpipis mawi toya tuli.

Terjemahan à Angka 716: Borèh jeruk sawit untuk jamu panas dingin
3 lb daun jeruk pecel, 1 pentilnya, akar dan babakan panjangnya sejari, 7 biji bunganya, 3 saga jinten putih, 2 saga mesoyi, sesaga adas, 3 saga pulasari, 2 saga cendhana, 2 saga kayu tai, 3 iris dringo, 2 saga waron, 2 saga rasuk angin, 3 iris sunthi, 3 iris kencur, 3 biji bawang merah, 7 siyung bawang putih, 7 biji merica putih, ditumbuk dengan air tuli (air yang diambil dengan cara membelakangi tempat airnya).

Untuk pengobatan penyakit panas dingin, ada beberapa resep pengobatan yang dapat digunakan. Jika pengobatan dengan resep pertama belum berhasil maka dapat digunakan resep yang lainnya, seperti dalam terjemahan di bawah ini (Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II nomor 813).
Terjemahan àAngka 813: Jamu sakit panas dingin
Dringo, benglé @ 3 iris, 3 biji  kemukus, 3 biji cengkih, 3 siyung (ulas) bawang, dikunyah lalu di-sembur-kan di bagian leher yang sakit ke bawah sampai di bagian pinggang.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa cara pengobatan penyakit panas dingin dilakukan dengan cara membuat ramuan jamu untuk di-borèh-kan di badan atau di-sembur-kan di bagian leher ke bawah sampai di bagian pinggang penderita. Untuk ramuan yang di-borèh-kan, digunakan tanaman-tanaman sebagai berikut: (1) jeruk pecel/nipis (akar, babakan, daun, pentil, bunga), (2) jinten putih, (3) mesoyi, (4) adas, (5) pulasari, (6) cendana, (7) kayu tai, (9) dringo, (10) waron, (11) rasuk angin, (12) sunthi, (13) kencur, (14) bawang merah, (15) bawang putih, (16) merica, dan (17) cengkih, (18) pucuk, (19) unem. Kemudian bahan-bahan tersebut dihaluskan ditambah dengan air yang diambil dengan cara membelakanginya (air tuli) lalu di-borèh-kan di badan atau dihaluskan dengan air rendaman bunga lalu di-sembur-kan di bagian leher ke bawah sampai di bagian pinggang.
Adapun contoh kandungan dan khasiat dari ramuan jamu tersebut adalah sebagai berikut. Misalnya, jeruk nipis mengandung limonene, linalool, flavonoid, sunephrine, asam sitrat, kalsium, fosfor, besi, dan vitamin A, B1, C. Khasiat jeruk nipis dapat mengobati sakit amandel, batuk, peluruh dahak, peluruh kencing dan keringat, serta membantu proses pencernaan (Hidayat, 2015: 163). Selain itu, juga mengandung linalin asetat, geranil asetat, dan fellandren yang berkhasiat untuk meredakan sakit nyeri di dada, perut mual, dan muntah (Wind, Ajeng, 2014: 228). Juga, dipercaya mengandung antiseptik, antivirus, restoratif, dan tonikum yang berkhasiat sebagai obat penurun panas, pegal linu, kepala pusing, suara serak/batuk, flu/demam, dan radang hidung (Redaksi Trubus, 2012: 340-341).
Berdasarkan uraian yang dimuat di dalam buku Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah dan Cara Racik. (Redaksi Trubus, 2012: 272; 275; 219) tentang ramuan jamu untuk sakit panas dingin adalah sebagai berikut. Cendana berkhasiat dan memberi efek untuk mengobati demam, sakit kepala, dan menghilagkan rasa lelah. Pengobatan menggunakan cengkih dapat memberi rasa hangat. Ramuan kencur, sunthi, merica dapat memberi efek menghangatkan dan mengatur suhu badan. Pulasari (pulawaras) sebagai tanaman obat atau obat herbal memberi efek antibakteri. Secara empiris, pulasari digunakan untuk mengobati demam. Jika digabungkan dengan adas (adas pulawaras) dipercaya manjur untuk mengobati aneka penyakit, seperti batuk, demam, disentri, dan pusing.
Semua ramuan jamu dari reep pengobatan di atas pengolahannya dengan dihaluskan ada yang dengan air tawar (air tuli, yakni diambil dengan cara membelakangi airnya) dan ada yang dengan air rendaman bunga. Semua ramuan jumu tersebut merupakan obat luar. Adapun cara pengobatannya dengan cara di-borèh-kan di badan dan variasinya dengan cara di-sembur-kan di bagian leher ke bawah sampai di bagian pinggang. Kedua cara pengobatan itu merupakan model pengobatan serupa, yakni dengan mengoleskan atau melumurkan (memaramkan) ramuan jamu di badan sehingga ramuan merasuk ke dalam tubuh. Adapun model pengobatan di-sembur-kan, yakni semua ramuan jamu dihaluskan dengan cara dikunyah sampai lembut kemudian disemprotkan pada bagian yang sakit, untuk panas dingin disemprotkan di bagian leher ke bawah sampai di bagian pinggang.
Ramuan jamu di atas termasuk ramuan jamu dengan tingkat kompleksitas sedang, jika dilihat dari variasi bahan dan cara pengolahannya. Ramuan di atas memang digunakan untuk penyakit panas dingin pada tingkat sedang. Untuk panas dingin yang ringan digunakan ramuan yang lebih sederhana dan dengan pengobatan yang sederhana pula seperti pengobatan angka 716 dan 813. Beberapa jenis tanaman di atas sudah tercatat sebagai tanaman obat. Misalnya, seperti yang telah dituliskan di atas bahwa jeruk nipis berkhasiat sebagai obat batuk, penurun panas, pegal linu, influenza/demam, dsb. (Redaksi Trubus, 2012: 341). Khasiat bawang merah adalah efektif menurunkan suhu badan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Rachmad (2014: 6).

2.   Batuk
Penyakit batuk adalah penyakit yang diderita oleh anak-anak dari zaman dahulu sampai sekarang cukup mendominasi. Hal itu terjadi terutama ketika musim kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau penyakit batuk dapat terjadi karena udara yang kering, kotor karena debu menyebabkan timbulnya penyakit batuk, juga masuk angin, pilek, dan akhirnya menjadi demam dan flu. Pada musim penghujan penyakit tersebut muncul karena udara yang dingin. Dalam manuskrip yang terdapat penyakit tersebut sebagai contoh dimuat di dalam manuskrip Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II nomor jamu 530 dan Serat Primbon Jampi Jawi jilid I nomor jamu 177 sebagai berikut.  
Terjemahan à Angka 530: Jamu sakit batuk
Jeruk nipis 2 iris, dilumuri/dibaluri apu sampai rata lalu dipanggang di atas lampu teplok, kemudian diperas langsung dimasukkan ke dalam mulut.
Terjemahan à Angka 177: Jamu untuk anak sakit batuk
3 biji brambang dibakar, 5 saga kayu manis cina, 1 jari kayu manis jawa dibakar, semua dihaluskan sampai lembut, bila mau minum tambahkan air jeruk nipis.

Dari terjemahan kutipan di atas terdapat resep ramuan jamu yang sederhana untuk mulai mengalami batuk, yakni jeruk nipis dan apu saja. Selain itu, cara pengobatannya pun juga sederhana, yakni dengan cara jeruk nipis 2 iris, dilumuri apu sampai rata lalu dipanggang di atas lampu teplok, kemudian diperas langsung dimasukkan ke dalam mulut atau langsung diminum. Jika batuknya pada tingkat menengah maka ramuan jamunya tidak sederhana lagi, yaitu 3 biji brambang dibakar, 5 saga kayu manis cina, 1 jari kayu manis jawa dibakar, semua dihaluskan sampai lembut, bila mau diminum tambahkan air jeruk nipis. Cara pengolahan ramuan jamu ada 2 macam, yaitu dibakar dan dihaluskan. Adapun cara pengobatannya dengan cara diminum.
Semua ramuan jamu di atas sebagai obat/jamu batuk. Misalnya, khasiat jeruk nipis untuk mengobati sakit batuk, dan peluruh dahak (Hidayat, 2015: 163). Bawang merah digunakan karena mengandung flavon glikosida, yakni berkhasiat antiradang, antibakteri dan mencegah penggumpalan darah, juga untuk menurunkan panas (Redaksi Trubus, 2012: 218). Kayu manis dimanfaatkan karena mengandung antiseptik, yakni berkhasiat mengobati demam, influensa, dan batuk (Redaksi Trubus, 2012: 355-356).

3.     Buang air besar
Penyakit buang air besar pada anak-anak ditemukan penyakit berak darah, yakni penyakit yang sering dijumpai akibat saluran pencernaan yang belum sempurna. Di samping itu, juga karena adanya infeksi bakteri. Penyakit berak darah yang diderita oleh anak-anak menurut manuskrip Jawa yang menjadi sumber kajian, yakni Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II diobati dengan cara sebagai berikut.
Angka 760: Panunggilanipun jampi mejen tumrap raré ingkang saweg ngumur 1 ½ taun
Godhong pintèn satekem, adas 2 jodho, pulasari saros dariji, brambang 2 iji kabakar, kerikan secang 5 saga, cendhana jenggi 4 saga, kapipis mawi toya, lajeng dipunsaring, kaombèkna saben énjing, tapelipun inggih sami kaliyan jampi wau, namung kawènèhana podhi 3 saga, kapipis kang lembut, lajeng katapelna.
Terjemahan à Angka 760: Jamu berak darah yang lain untuk anak berumur dua tahun setengah
Segenggam daun pintèn, 2 pasang adas, satu ros jari pulasari, 2 biji bawang merah dibakar, 5 saga kerikan secang, 4 saga cendhana jenggi, ditumbuk dengan air, lalu disaring, diminum setiap pagi, tapel-nya sama dengan jamu tersebut, hanya diberi 3 saga podhi, ditumbuk yang lembut, kemudian di-tapel-kan.

Dari kutipan di atas terdapat 2 macam resep ramuan jamu, yakni (1) diminum dan (2) untuk di-tapel-kan. Resep ramuan jamu, baik untuk yang diminum maupun yang di-tapel-kan di bagian perut adalah untuk melancarkan peredaran darah dan mempermudah buang air besar. Dengan 2 macam cara pengobatan, yakni sebagai obat dalam langsung diminum dan disertai dengan obat/jamu luar dengan di-tapel-kan dimungkinkan cepat sembuh.

4.     Cacingan
Penyakit cacingan adalah penyakit yang paling lazim diderita oleh anak-anak. Penyakit itu terjadi dari pada masa lalu dan pada masa sekarang ini pun, cacingan masih mendominasi. Bahkan menurut Hadidjaya (dalam Mardiana dan Djarismawati, 2008: 769) prevalensi cacingan masih tinggi, antara 60-90%. Hal itu sangat bergantung pada sanitasi dan lokasi lingkungan tempat tinggal. Pengobatan untuk cacingan termasuk variatif. Berbagai jenis tumbuhan digunakan. Berikut ini terjemahan berdasarkan kutipan dari Serat Primbon Jampi Jawi jilid I mengenai resep ramuan jamu dan cara pengobatan penyakit cacingan.

Terjemahan à Angka 76: Jamu anak kecil susah berak karena cacing cacing, berumur 1 sampai 3 tahun
Adas sesaga, pulasari panjang sejari, secang, widara putih, cendana jenggi, @ 5 saga, kayu ules 3 biji dibakar, rasuk angin, ketumbar, @ 5 saga, trawas 2 lb, pala 1 biji dibakar, kencur 3 pucuk, bawang 3 dibakar, kemenyan madu sebiji asam, kulit manggis saruas jari persegi, daun lampes, daun sèmbukan, @ 3 lb,  semua racikan jamu dihaluskan diambil airnya, disaring menjadi satu, airnya diminumkan, ampasnya untuk tapel.
Angka 77:  Untuk tapel
Secang, widara putih, cendana jenggi, rasuk angin, @ 5 saga, kayu ules 3 dibakar, jamur impes 4 saga, pucuk daun jarak cina 3 lb, jong rab 5 saga, isi mundhu 3 biji, daun lampes 3 lb, daun sémbukan 3 lb, beras sejumput, kedawung 3 biji dibakar, brambang tua 3 biji, adas 3 pasang, pulasari 2 ruas jari dihaluskan dengan air sampai lembut kemudian di-tapel-kan.
Angka 78: Jamu diminum
Adas sejumput, pulasari saruas jari, brambang 3 biji direbus dengan daun jarak cina yang sudah menguning 7 lb, dicuci dan direbus menggunakan teko dengan se-siwur air.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa cara pengobatan penyakit cacingan dilakukan dengan cara membuat ramuan untuk diminumkan dan ramuan yang di bagian perut penderita. Untuk ramuan, baik yang diminumkan atau di-tapel-kan, digunakan tanaman-tanaman sebagai berikut: adas, pulasari, secang, cendana, pala, kencur, bawang, brambang, kulit manggis, jamur, dan sebagainya. Kemudian bahan-bahan tersebut dipipis sampai halus untuk di-tapel-kan dan diminumkan. Untuk pengobatan penyakit cacingan, tidak hanya dilakukan dengan menggunakan satu ramuan jamu. Jika pengobatan dengan ramuan jamu pertama dan kedua tidak berhasil maka dilanjutkan dengan ramuan jamu selanjutnya.
Berdasarkan terjemahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengobatan cacingan pada masa lampau juga didasarkan pada parah atau tidaknya penyakit. Dengan demikian, terdapat alternatif penyembuhan dengan ramuan jamu yang berbeda jika gejala cacingan masih tampak. Dari berbagai bahan ramuan jamu tersebut terdapat kandungan anthelmitik yang berkhasiat sebagai obat cacing, yakni obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh (Biworo, 2014: 1).

5.     Gomen
Penyakit gomen merupakan penyakit yang paling lazim diderita oleh anak-anak. Penyakit itu terjadi dari masa lalu dan sampai masa sekarang ini pun, cacingan masih mendominasi. Penyakit gomen dapat terjadi akibat panas dalam.  Pengobatan untuk gomen termasuk variatif, berbagai jenis tumbuhan digunakan. Berikut ini terjemahan berdasarkan kutipan dari Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II mengenai resep ramuan jamu dan cara pengobatan penyakit gomen.

Terjemahan à Angka 931: Jamu bibir gomen, kendati sampai tenggorokan juga disebut gomen, dalam bhs Belanda: kiel ziekte
Segenggam daun saga, minyak kawang sebiji asam, brambang 3 biji, beras 7 biji, kayu manis panjang sejari, dihaluskan sampai halus, diperas airnya dibungkus ditambah santan, setiap akan dijamukan bibirnya diuasapi air seninya sendiri dulu supaya lemas.
Terjemahan à Angka 932: Sejenis jamu gom
Getah kayu sana, diusapkan di bagian yang sakit.

Berdasarkan terjemahan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa cara pengobatan penyakit gomen dilakukan dengan cara membuat ramuan untuk diusapkan di bagian bibir penderita yang gomen. Untuk ramuan sakit gomen digunakan tanaman-tanaman sebagai berikut: daun saga, brambang, kayumanis, dan getah kayu sana. Campuran bahan brambang dengan minyak untuk diusapkan pada bibir yang gomen dapat menurunkan daya panas (Rachmad, 2014: 6; Redaksi Trubus, 2012: 219).  Daun saga mengandung protein, vitamin A, B1, B6, C, kalsium oksalat, dan sebagainya yang berkhasiat sebagai obat gomen (sariawan), radang tenggorokan, dan sebagainya (Redaksi Trubus, 2012: 468-469).

6.     Kencing
Penyakit kencing merupakan penyakit yang paling lazim diderita oleh anak-anak. Penyakit kencing terjadi dari masa lalu dan sampai masa sekarang ini pun masih mendominasi. Penyakit kencing dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri di saluran air seni. Pengobatan untuk sakit kencing termasuk variatif, berbagai jenis tumbuhan digunakan. Berikut ini terjemahan berdasarkan kutipan dari Serat Primbon Jampi Jawi jilid I mengenai resep ramuan jamu dan cara pengobatan penyakit kencing.

Terjemahan à Angka 27: Jamu sakit kencing untuk orang tua atau anak
Bambu wuluh muda yang masih ada lugut-nya 3 biji dibakar sampai gosong, jong raab 5 saga, adas 1 saga, pulasari panjang sejari, brambang yang sudah tua satu, perasan daun blimbing wuluh ditumbuk segenggam, diambil airnya, lalu semua bahan dipipis samapi halus dan disaring, kemudian diminumkan.
Terjemahan à Angka 28: Jamu untuk diminum
Daun dan akar seledri.

Berdasarkan kutipan di atas terdapat ramuan jamu dan cara pengobatan tradisional, yakni diminumkan. Ramuan jamu tersebut adalah bambu wuluh muda dengan lugut-nya, jong raab, adas, pulasari, brambang yang sudah tua, daun belimbing wuluh, dan daun seledri. Semua bahan ramuan itu memiliki kandungan yang berkhasiat untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit kencing. Misalnya, belimbing wuluh berkhasiat untuk menghilangkan sakit (analgesik), memperbanyak pengeluaran racun empedu, peluruh kencing, dan sebagainya (Redaksi Trubus, 2012: 236-237). Begitu pula daun seledri mempunyai kandungan diuretik, yakni berkhasiat untuk meluruhkan air seni (Redaksi Trubus, 2012: 106-107).
7.     Kembung
Penyakit kembung merupakan penyakit yang paling lazim diderita oleh anak-anak. Penyakit kembung terjadi akibat adanya masalah pencernaan, misalnya luka usus, luka lambung, dan kembung, yakni sirkulasi angin yang ada di dalam perut tidak lancar. Berikut ini terjemahan berdasarkan kutipan dari Serat Primbon Jampi Jawi jilid I mengenai resep ramuan jamu dan cara pengobatan penyakit kencing.

Terjemahan à Angka 176: Tapel untuk anak sakit kembung berumur 5 sampai 7 bulan
3 ujung bung kélor, 3 jumput bunga abu bagian tengah di dapur, lalu di-pusus kemudian di-tapel-kan di perut, di dada, dan di bagian belakang/punggung.

Berdasarkan kutipan di atas terdapat ramuan jamu dan cara pengobatan tradisional, yakni di-tapel-kan. Ramuan jamu tersebut adalah bung kelor, dan bunga abu. Bahan ramuan itu memiliki kandungan yang berkhasiat untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit kembung. Bung kelor mengandung antioksidan yang tinggi dan berkhasiat untuk menyembuhkan sakit kembung, dan penyakit yang berhubungan dengan masalah pencernaan yang lainnya, seperti luka usus dan luka lambung (Hidayat, 2015: 197-198). Perpaduan campuran antara bung kelor dengan bunga abu yang mempunyai efek hangat digunakan sebagai obat luar dengan cara di-tapel-kan dimungkinkan untuk mengeluarkan angin sehingga rasa kembung di perut menjadi sembuh.

D.     Penyakit non-medis pada anak-anak
Penyakit non-medis pada anak-anak ada 1 macam penyakit.. Berikut ini diuraikan penyakit non-medis pada anak-anak berdasarkan manuskrip-manuskrip Jawa yang dijadikan sumber data penelitian, yakni yang ditulis dalam tulisan ini.
Cacar
Penyakit cacar air atau varicela merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster. Penyakit itu merupakan penyakit yang disebutkan di semua manuskrip Jawa yang menjadi sumber kajian. Cacar air memang merupakan penyakit yang hingga kini masih tetap menjadi epidemi di dunia dan di Indonesia. Kendati pun infeksi Varicella Zoster tergolong ke dalam infeksi ringan, namun jika kondisi imun tubuh tidak baik, dapat menjadi berat dan tidak menutup kemungkinan berujung kepada kematian (Kurniawan, 2009: 29). Berikut ini diuraikan resep ramuan jamu dan cara pengobatan tradisional Jawa untuk penyakit cacar yang dimuat dalam manuskrip Jawa sebagai sumber kajian, yaitu Serat Primbon Jampi Jawi jilid IV sebagai berikut.
Angka 1721:  Toya pangombènipun laré cacaren
Selaka utawi mutyara, dipunkum ing wédang bentèr, dipunombèkaken saben sonten, dumugi mecahipun cacar punika.
Angka 1721:  Jamu minum anak sakit cacar
Selaka atau mutyara, direndam dalam air panas, diminumkan setiap sore sampai cacar memecah.
Angka 1727: Jampi cacaripun sami mlènyèh
Sagu garing kapipis kang lembat, dipunwur-wuraken ing sepré patileman, sarta salong kabubuk dipunwadhahi ing sinjang, kanggé nguwur-wuri cacar kang mlènyèh, sampun nagntos dangu dipunwur-wuri malih supados énggal garing.
Terjemahan à Angka 1727: Jamu cacar yang sudah memecah
Sagu kering dihaluskan sampai lembut, ditaburkan di atas sprei tempat tidur anak, sebagian bubuk sagu diletakkan di atas sinjang dan ditaburkan pada cacar yang sudah memecah, ulangi sesering mungkin agar cacar cepat kering.

Dari kutipan di atas terdapat 2 macam resep non-medis, yaitu (1) bahan jamu/obat tidak berasal dari tanaman obat, yakni salaka (logam putih sebagai bahan pembuat uang logam) atau mutiara dan (2) sagu (dari beberapa pustaka tentang tanaman obat tidak didapatkan). Namun, bahan resep non-medis itu relatif mudah didapatkan atau terdapat di lingkungan masyarakat. Cara pengobatannya juga terdapat 2 macam cara, yakni (1) diminum dan (2) ditaburkankan. Resep pengobatan non-medis, baik untuk yang diminum maupun yang ditaburkankan di bagian cacar adalah untuk mempercepat kesembuhan, yakni agar cacar cepat kering.
Berikut contoh tanaman obat yang digunakan untuk pengobatan tradisional Jawa yang terdapat di dalam manuskrip Jawa sebagai sumber data dalam tulisan ini (Widyastuti, 2013 dan 2014).




E.    Metode Pengobatan Tradisional Jawa
Metode atau cara pengobatan tradisional Jawa yang ditemukan dalam manuskrip Serat Primbon Jampi Jawi jilid II ada 6 cara, yaitu: (1) diminumkan, (2) ditaburkan, (3) di-cekok-kan, (4) di-boreh-kan, (5) di-pilis-kan, dan (6) di-tapel-kan. Metode pengobatan tradisional Jawa tersebut secara berturut-turut adalah sebagai berikut.  
1.     Diminumkan adalah cara pemberian obat yang paling umum dan paling mudah, kecuali pada penderita dengan kesulitan menelan. Caranya dengan langsung memasukkan ramuan jamu yang berupa cairan ke dalam mulut penderita, dan kemudian ditelan langsung.
2.     Ditaburkan adalah cara pemberian obat dari bahan ramuan berupa bubuk kering. Cara pengobatan ini hanya ditemukan pada pengobatan penyakit cacar, terutama cacar yang sudah pecah. Caranya dengan menaburkan pada alas tempat tidur anak dan ditaburkan pada cacar yang sudah pecah.
3.     Di-sembur-kan adalah pemberian jamu dengan cara menyemburkan cairan jamu pada bagian yang sakit dan sekitarnya. Cara pemberian ramuan jamu seperti ini dilakukan untuk penyembuhan penyakit panas dingin. Cara itu dilakukan karena biasanya anak kecil menolak untuk meminum ramuan jamu. Penolakan terhadap jamu itu karena rasa jamu adalah pahit.
4.     Di-boreh-kan adalah cara pemberian obat yang hampir sama dengan dibedakkan, yaitu dengan cara mengoleskan ramuan ke seluruh tubuh maupun hanya pada bagian tertentu yang sakit. Biasanya istilah di-boreh-kan digunakan jika ramuannya semi cair (basah) seperti lotion.
5.     Di-kecer-kan adalah cara pemberian obat dengan memeras jeruk nipis yang sudah dibaluri apu lalu dipanggang  dan langsung dimasukkan ke dalam mulut penderita.
6.     Di-tapel-kan adalah pemberian obat luar dengan cara mengoleskan ramuan jamu di bagian perut. Biasanya ramuan di-tapel-kan sebanyak dua kali, yakni pagi dan sore hari. Cara itu biasanya dimaksudkan untuk menjaga suhu badan agar hangat sehingga mengusir kembung, masuk angin, dan sakit perut.
7.     Diusapkan adalah pemberian obat luar dengan cara mengusapkan ramuan jamu pada bagian yang sakit. Cara pengobatan ini ditemukan untuk menyembuhkan sakit gomen, yakni mengusapan jamu di bibir penderita.

F.    Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manuskrip Jawa, khususnya manuskrip Serat Primbon Racikan Jampi Jawi Jilid II memuat ramuan jamu yang beragam serta cara pengobatan tradisional Jawa yang variatif. Bahkan beberapa jenis tumbuhan yang dipilih cukup sesuai dan efektif digunakan sebagai obat/jamu suatu penyakit. Hal itu terbukti dari beberapa penelitian ilmiah yang mampu membuktikan efektivitas suatu tumbuhan untuk mengobati jenis-jenis penyakit tertentu. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dan uji farmakologi terhadap tumbuh-tumbuhan serta resep-resep pengobatan tradisional yang termuat dalam manuskrip-manuskrip khususnya manuskrip Jawa.

Daftar Pustaka
Baroroh-Baried, Siti, dkk. 1985. Pengantar Teori filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Biworo, Agung. 2014. Antelmintik. diunduh dari farmasi.fkunissula.ac.id/ index.php?option pada 4 September 2014.
Bunda, 2011. Mengenal Adas dan Manfaatnya. diunduh dari http://www.rumahbunda.com/nutrition-health/mengenal-adas-dan-manfaatnya/ pada 1 September 2014.
Djoyo Seputro, Soedarso. 2012. Jamu Tradisional Nusantara. Surabaya: Penerbit Liris.
Hartati, Sri. 2011. Pengobatan dengan Herbal dan Pijat Refleksi. Cara Mudah Hidup Sehat
Alami. Surabaya: Bintang Usaha.
Hidayat, R. Syamsul dan Rodame M. Napitupulu. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFlo (Penebar Swadaya Grup).
Kurniawan, Martin., Dessy, Norberta., dan Tatang, Matheus. 2009. Varicela Zoster pada Anak. Jurnal Medicinus Vol. 3 No. 1 Februari 2009 – Mei 2009, hlm. 23-31.
Mardiana dan Djarismawati. 2008. Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar WB Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 7 No. 2, Agustus 2008: 769-774.
Qul, Amzil. 2013. Aneka Tanaman Toga | Jenis-Jenis Tanaman Toga | Manfaat dan Kegunaan Tanaman Toga diunduh dari http://anekatanamantoga.blogspot. com/2013/05/tanaman-toga-dlingo.html pada 30 Agustus 2014
Rachmad, dkk. 2014. Penentuan Efektivitas Bawang Merah dan Ekstrak Bawang Merah (Allium Cepa ver. Ascalonicum) dalam Menurunkan Suhu Badan. diunduh dari repository.unhas.ac.id/bitsream/handle/123456789/ 3411/JURNAL%20RACHMAD.pdf?sequence
Redaksi Trubus. 2012. Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah dan Cara Racik. Vol. 10. Edisi Revisi. Jakarta: PT Trubus Swadana.
Widyastuti, Sri Harti, Hesti Mulyani, dan  Venny Indria Ekowati. 2013. Fitotherapy dalam Manuskrip-manuskrip Jawa. Laporan Akhir Penelitian Fundamental Tahun Pertama, UNY.
Widyastuti, Sri Harti, Hesti Mulyani, dan  Venny Indria Ekowati. 2014. Fitotherapy dalam Manuskrip-manuskrip Jawa. Laporan Pelaksanaan Penelitian Fundamental Tahun Kedua, UNY.
Wind, Ajeng. 2014. Kitab Obat Tradisional Cina. Yogyakarta: Media Pressindo.







Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

NASKAH DAN BAHAN NASKAH JAWA

KONTEKSTUALISASI HISTORIS BABAD PAKEPUNG: UPAYA PENEMPATAN BABAD SEBAGAI SUMBER SEJARAH REPRESENTATIF

REVITALISASI DAN REAKTUALISASI MAKANAN TRADISIONAL JAWA DALAM SERAT CENTHINI